Kamis, 27 Maret 2014

Kisah Dakwah III



Seorang guru sufi didatangi sejumlah orang yang mengeluhkan persoalan masing-masing. Ada di antara mereka yg sedang dizalimi penguasa, ada yg sedang terjerat utang, ada pula yg tersangkut kasus hukum dan politik. Tidak sedikit pula di antara mereka mengeluhkan masalah keluarga dan sebagainya. Semua mengaku stress berat, frustasi, atau sekurang-kurangnya pening, pusing dan sakit kepala.
Guru sufi bukan orang kuat yang bisa membebaskan seseorang dari cengkeraman penguasa zhalim. Guru juga bukan orang kaya yg dapat menebus utang. Guru bukan pengacara serta bukan juru damai.
Setelah semua orang mengeluarkan uneg2nya, sang guru menghadiahi mereka masing-masing sebungkus garam. Guru pun mengaku bahwa masalah yg mereka hadapi itu memang rumit. Hanya saja, kata guru, gunakan pemberian saya ini sebagai obat. Obat? Sebagian semakin bingung dan pusing. Guru tersenyum sambil mengatakan; bawa pulang pemberian saya ini, niscaya akan membantu mengurangi beban kalian. Orang-orang itu juga belum mengerti. Akhirnya, guru mengatakan; seandainya sebungkus garam ini dimasukkan dalam secangkir air, pasti amatlah asin dan bahkan pahit rasanya. Jika dimasukkan dalam seember air, mungkin akan terasa berkurang asinnya dibandingkan dalam secangkir air. Dan apabila sebungkus garam dimasukkan ke dalam kolam, akankah rasa air kolam berubah? Tidak..air kolam tetap segar dan hambar. Begitupula dengan hati dan dada kita. Jika kita menerima suatu masalah dengan hati dan dada sempit, maka semua akan terasa pahit. Akan tetapi coba terima dengan hati yang lapang.. kita tetap merasa tenang dan tidak terbebani oleh masalah apapun seperti air kolam yg tak berubah rasa..

Kisah Dakwah II



Seorang tukang profesional bekerja bak perusahaan pembangunan perumahan/properti dengan bayaran tinggi. Sejak tukang tsb kerja, perusahaan mengalami kemajuan pesat karena konsumen senang dan puas dgn hasil kerja tukang. Pimpinan perusahaan sangat senang.
Setelah bekerja sekitar 10 tahun, sang tukang mulai didera kebosanan. Ia pun minta berhenti kerja dari perusahaan tersebut. Pemilik perusahaan membujuknya supaya membatalkan rencana berhenti. Pemilik menaikkan gaji dan menjanjikan bonus. Sang tukang tetap enggan. Lalu pemilik perusahaan itu akhirnya mengizinkan tukang berhenti dgn syarat sang tukang menyelesaikan satu rumah lagi. 
Dengan penuh rasa malas, sang tukang menyelesaikan rumah terakhir itu. Karena membuatnya dengan malas dan acuh tak acuh, rumah terakhir yg dibangun ini sangat rendah mutu dan estetikanya.
Seusai pembangunan rumah terakhir itu, sang tukang diberikan pensiun dan bonus. Bonusnya adalah rumah terakhir yg dia bangun. Sang tukang hanya bisa berandai-andai..

Kisah-kisah Dakwah I



Menurut sejarah, Para penyiar Islam tempo doeloe juga merangkap sebagai peniaga. Mereka berdakwah sekaligus berdagang di wilayah yg mereka kunjungi. Perjalanan dakwah dan berdagang masa itu menggunakan kapal layar. Terkadang butuh waktu berbulan-bulan untuk mencapai sebuah wilayah. Kapal dagang berisikan barang dagangan sekaligus alat tukar berupa emas, perak dan sebagainya. Tersebutlah kisah seorang pendakwah dari Pasai yang juga peniaga menyinggahi Makasar, ibukota Kesultanan Gowa. Pendakwah asal Pasai tersebut membuka pengajian di mesjid kesultanan. Pengajian dihadiri oleh sultan dan keluarga istana beserta rakyat umumnya. 
Ketika pendakwah sedang memberikan pengajian, datang salah seorang anggota rombongan yang sekaligus anak buah kapal pendakwah. Dengan terengah-engah karena berlari ia meminta izin untuk berbicara dengan pendakwah sebentar saja. Ia melaporkan bahwa kapal mereka yang sedang ditambatkan di pelabuhan Makasar tenggelam akibat hantaman ombak besar. Keadaan cuaca hari itu memang sedang kurang bersahabat. Jika kapal tenggelam berarti pendakwah beserta rombongannya tidak punya apa-apa lagi. Bagi mereka, kapal adalah segalanya. Kapal tidak hanya sebagai alat transportasi tetapi juga merupakan kekayaan mereka. Kapal adalah tumpuan dan kehidupan itu sendiri.
Sehabis mendengarkan laporan anak buah kapal, pendakwah menekur sejenak. Ia menarik nafas dalam-dalam lantas mengucapkan "alhamdulillah". Seisi mesjid heran dan mereka saling bertanya satu sama lain. Mengapa gerangan guru mereka membaca alhamdulillah yg bermakna pujian bagi Allah, padahal sedang ditimpa kemalangan. Tidak lama berselang datang seorang utusan syahbandar mengabarkan bahwa yang tenggelam bukan kapal milik pendakwah melainkan kapal lain di sebelahnya. Sang guru pun membaca "Allahu akbar."
Murid-nya bertanya kepada sang guru, apakah lafaz-lafaz tersebut sudah tepat waktu pengucapannya?
Sang guru memberikan pemahaman bahwa ia mengucapkan alhamdulillah bukan untuk mensyukuri tenggelamnya kapal. Ketika diberitakan kapalnya tenggelam, sang guru menyoal hati nuraninya sendiri; apakah sedih dan berduka dengan kehilangan segalanya? Ternyata hatinya tidak sedih, tetap tenang dan ridha dengan ujian yg sedang dialaminya. Lantas ia pun membaca alhamdulillah sebagai rasa syukur karena hatinya tidak terlalu terpaut dan tertaut dengan harta. Begitu pula saat diinformasikan bahwa kapalnya tidak tenggelam, sang guru pun membaca Allahu akbar untuk membesarkan Allah agar jangan sampai membesarkan harta..


Rabu, 22 Mei 2013

Pemberantasan Korupsi Perspektif Islam




Pemberantasan Korupsi Perspektif Islam
Samsul Bahri
Korupsi bukan hal baru dalam sejarah peradaban manusia. Korupsi telah dikenal dan menjadi bahan diskusi sejak ribuan tahun yang lalu dengan beragam istilah. Istilah korupsi seperti digunakan dewasa ini dipandang berasal dari bahasa latin; corruptio atau corruptus. Selanjutnya, bahasa latin tersebut diadopsi ke dalam beberapa bahasa Eropa seperti Bahasa Inggeris: corruption, corrupt; dan bahasa Belanda: corruptie. Agaknya, dari bahasa Belanda tersebutlah selanjutnya diindonesiakan dengan istilah "korupsi".
Secara harfiah, korupsi dimaknai sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan menyimpang dari kesucian. Dalam kamus Bahasa Indonesia, korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keperluan pribadi atau orang lain. Sejumlah kamus istilah modern mendefinisikan korupsi dengan pengertian yang sederhana sebagai segala tindakan penggunaan barang publik untuk kepentingan pribadi.
Para ahli umumnya mengakui kesulitan dalam mendefinisikan korupsi secara baku dan komperehensif. Hal ini menjadi salah satu penghalang dan tantangan pemberantasan korupsi di berbagai tempat. Upaya pemberantasan korupsi adakalanya sulit dilakukan karena tidak ada pengertian yang sama mengenai apa yang dimaksud dengan korupsi. Korupsi sering dipahami dengan pengertian yang beragam. Sesuatu yang dipandang sebagai prilaku korupsi oleh sebagian orang, kerap dianggap bukan korupsi oleh orang lain. Akibatnya, prilaku tersebut tidak dapat diberantas karena ada yang meyakininya sebagai hal yang wajar.
Korupsi memang tidak dapat dirumuskan dalam satu kalimat. Hal yang mungkin dilakukan adalah membuat gambaran yang masuk akal mengenai gejala tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang bukan korupsi. Sekurang-kurangnya ada tiga ciri yang selalu melekat pada korupsi: Pertama, tindakan pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust); kedua, tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power); dan ketiga, tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material (material benefit).
Semua orang sependapat bahwa korupsi itu adalah salah satu kejahatan luar biasa sehingga pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa pula. Berbagai upaya dilakukan agar korupsi dapat diatasi. Sejumlah aturan perundang-undangan pun disusun yang di dalamnya terdapat ancaman sanksi yang sangat berat terhadap pelaku korupsi. Beragam lembaga pemberantasan korupsi juga didirikan, baik oleh pemerintah maupun kelompok-kelompok sosial masyarakat. Di zaman Orde Baru dahulu kita mengenal Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang didirikan tahun 1967. Setelah bekerja 10 tahun, pemerintah membuat instutusi baru yang bernama Operasi Tertib (OPSTIB). Oleh karena kinerja OPSTIB dipandang kurang menggembirakan, maka TPK dihidupkan kembali pada tahun 1982.
Lembaga pemberantasan korupsi semakin menjamur di masa Reformasi. Pada awal reformasi, pemerintah membentuk Komisi Penyelidik Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) tahun 1998. Dua tahun berikutnya,  dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Saat ini kita mengenal cukup banyak lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia. Ada inspektorat, Ombudsman, dan yang paling ngetop tentu saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat anti korupsi juga tidak kurang jumlahnya. Kita mengenal Masyarakat Transparan (Mata), Solidaritas Untuk Anti Korupsi (SUAK) Solidaritas Anti Korupsi (SORAK) dan Gerakan Anti Korupsi (Gerak). Meskipun demikian, korupsi tetap jalan terus walaupun SORAK tidak henti-hentinya bersorak dan GERAK juga terus menerus bergerak. Mengapa demikian?
Jawabannya adalah karena masyarakat kita sudah tidak lagi memiliki iman. Iman? Sesederhana inikah jawabannya? Ya. Mari membaca sejarah...
Salah satu masyarakat yang disebut-sebut paling awal melakukan penyimpangan dan kejahatan perekonomian adalah Kaum Madyan. Mereka dideskripsikan sebagai pelaku perdagangan yang tidak jujur, dhalim dan eksploitatif. Karenanya Allah mengutus seorang Rasul yang bernama Nabi Syu’aib sebagaimana firman suci-Nya:
 4n<Î)ur tûtïôtB óOèd%s{r& $Y6øyèä© 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçŽöxî ( Ÿwur (#qÝÁà)Zs? tA$uò6ÏJø9$# tb#uÏJø9$#ur 4 þÎoTÎ) Nà61ur& 9Žösƒ¿2 þÎoTÎ)ur ß$%s{r& öNà6øn=tæ z>#xtã 5Qöqtƒ 7ÝÏtC ÇÑÍÈ
Artinya:   Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."

Nabi Syu’aib mengawali dakwahnya dengan seruan untuk menyembah Allah terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan dengan ajakan untuk meninggalkan praktek kecurangan dalam jual beli. Artinya, praktek kecurangan tidak akan mungkin dapat ditumpas kalau manusia tidak mengenal Tuhannya. Pengenalan Tuhan dilakukan melalui pembelajaran Tauhid. Pembelajaran Tauhid akan meniscayakan kemantapan iman. Keberadaan iman pada seseorang akan mencegahnya dari melakukan kejahatan dalam bentuk apapun..kapanpun..di manapun dan oleh siapapun.
Rasulullah saw. bersabda:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم  قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ  وَلَا يَغُلُّ أَحَدُكُمْ حِينَ يَغُلُّ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Terjemahnya: Qutaybah ibn Said menceritakan kepada kami, katanya ‘Abd al-‘Aziz yaitu al-Darawardi menceritakan kepada kami dari al-‘Ala’ ibn ‘Abd al-Rahman dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi saw. Beliau bersabda: Seorang pezina tidak akan berzina ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang beriman, seorang pencuri tidak mencuri ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang beriman, peminum minuman keras tidak minum minuman keras ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang beriman.....seorang koruptor tidak akan melakukan korupsi ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang beriman (HR. Muslim).

Koruptor diposisikan sebagai pelaku dosa besar sehingga dipastikan tidak masuk surga. Seseorang yang gugur dalam perjuangan sekalipun, tetap diposisikan sebagai pelaku kejahatan yang tidak pantas masuk surga. Hal ini tereksplisitkan dalam sabda Rasulullah berikut;
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي سِمَاكٌ الْحَنَفِيُّ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ أَقْبَلَ نَفَرٌ مِنْ صَحَابَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا فُلَانٌ شَهِيدٌ فُلَانٌ شَهِيدٌ حَتَّى مَرُّوا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا فُلَانٌ شَهِيدٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَّا إِنِّي رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ فِي بُرْدَةٍ غَلَّهَا أَوْ عَبَاءَةٍ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ اذْهَبْ فَنَادِ فِي النَّاسِ أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ قَالَ فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ أَلَا إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ
Terjemahnya: Zuhayr ibn Harb menceritakan kepada saya, katanya Hasyim ibn al- Qasim menceritakan kepada kami, katanya ‘Ikrimah ibn ‘Ammar menceritakan kepada kami, katanya Simak al-Hanafi Abu Zumayl menceritakan kepada saya, ‘Abdullah ibn ‘Abbas menceritakan kepada saya, katanya ‘Umar ibn al-Khattab berkata: Seusai perang khaibar sejumlah sahabat pulang dari peperangan dan mereka mengatakan si Fulan syahid, si Fulan syahid. Lalu Rasulullah bersabda: ”Tidak, saya melihatnya masuk neraka karena melakukan ghulul (korupsi) terhadap baju besi.” Kemudian Rasulullah menambahkan sabdanya: ”Wahai putera al-Khattab, pergi dan serulah kepada manusia bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin. (HR. Muslim)

Bahkan, Rasulullah enggan melaksanakan shalat jenazah terhadap seseorang yang melakukan korupsi harta rampasan perang. Hal ini diungkapkan dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ أَنَّ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ وَبِشْرَ بْنَ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَاهُمْ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَتَغَيَّرَتْ وُجُوهُ النَّاسِ لِذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ لَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ

Terjemahnya: Musaddad menceritakan kepada kami,  sesungguhnya Yahya ibn Sa‘id dan Bisyr ibn al-Mufaddal menceritakan kepada mereka, dari Yahya ibn Sa‘id, dari Muhammad ibn Yahya ibn Habban, dari Abi ‘Amrah, dari Zayd ibn Khalid al-Juhani katanya: seorang laki-laki dari kalangan sahabat Rasulullah meninggal dunia dalam perang Khaibar, mereka menceritakan hal ini kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda: ”Shalatlah kalian terhadap teman kalian itu.” Wajah orang-orang seketika berubah (karena heran) terhadap pernyataan Rasulullah tersebut. Rasulullah melanjutkan sabdanya: ”Sesungguhnya teman kalian ini  telah melakukan korupsi (terhadap rampasan perang).” Kami memeriksa kekayaannya dan kami temukan perhiasan buatan orang Yahudi yang harganya tidak mencapai dua dirham.

Hanya karena melakukan korupsi dua dirham saja, Rasulullah tidak mau melaksanakan shalat jenazah terhadap pelakunya. Bagaimana dengan kita sekarang? Berapa banyak tokoh dan mantan tokoh yang terbukti melakukan korupsi, tetapi masih kita elu-elukan sebagai pahlawan? Kita berdo’a semoga Allah mengampuni kita dari kekhilafan semacam ini. Kita lebih-lebih berdoa lagi, semoga Allah menghindarkan kita dari kejahatan pelaku korupsi. Dan yang paling penting kita berdoa adalah agar kita tidak termasuk sebagai salah seorang pelaku korupsi, karena korupsi adalah dosa besar, keji dan menjijikkan.