Pemberantasan Korupsi Perspektif Islam
Samsul Bahri
Korupsi bukan hal baru dalam sejarah peradaban manusia. Korupsi telah dikenal dan
menjadi bahan diskusi sejak ribuan tahun yang lalu dengan beragam istilah. Istilah
korupsi seperti digunakan dewasa ini dipandang berasal
dari bahasa latin; corruptio atau corruptus. Selanjutnya, bahasa
latin tersebut diadopsi ke dalam beberapa bahasa Eropa seperti Bahasa Inggeris:
corruption, corrupt; dan bahasa Belanda: corruptie.
Agaknya, dari bahasa Belanda tersebutlah selanjutnya diindonesiakan dengan
istilah "korupsi".
Secara harfiah, korupsi dimaknai sebagai kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan menyimpang dari kesucian. Dalam kamus Bahasa Indonesia, korupsi diartikan sebagai
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya)
untuk keperluan pribadi atau orang lain. Sejumlah kamus istilah modern mendefinisikan korupsi dengan
pengertian yang sederhana sebagai segala tindakan
penggunaan barang publik untuk kepentingan pribadi.
Para ahli umumnya mengakui kesulitan
dalam mendefinisikan korupsi secara baku dan komperehensif. Hal ini menjadi salah satu penghalang dan tantangan pemberantasan korupsi di berbagai
tempat. Upaya pemberantasan korupsi adakalanya sulit dilakukan
karena tidak ada pengertian yang sama mengenai apa yang
dimaksud dengan korupsi. Korupsi sering dipahami dengan pengertian yang
beragam. Sesuatu yang dipandang sebagai prilaku korupsi oleh sebagian orang,
kerap dianggap bukan korupsi oleh orang lain. Akibatnya, prilaku tersebut tidak
dapat diberantas karena ada yang meyakininya sebagai hal yang wajar.
Korupsi memang tidak dapat dirumuskan dalam satu
kalimat. Hal yang mungkin dilakukan adalah membuat gambaran yang masuk akal
mengenai gejala tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang
bukan korupsi. Sekurang-kurangnya ada tiga ciri yang selalu melekat pada
korupsi: Pertama, tindakan pengkhianatan terhadap
kepercayaan (betrayal of trust); kedua, tindakan penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power); dan ketiga, tindakan penyalahgunaan
kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material (material benefit).
Semua
orang sependapat bahwa korupsi itu adalah salah satu kejahatan luar biasa
sehingga pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa pula. Berbagai
upaya dilakukan agar korupsi dapat diatasi. Sejumlah aturan perundang-undangan
pun disusun yang di dalamnya terdapat ancaman sanksi yang sangat berat terhadap
pelaku korupsi. Beragam lembaga pemberantasan korupsi juga didirikan, baik oleh
pemerintah maupun kelompok-kelompok sosial masyarakat. Di zaman Orde Baru
dahulu kita mengenal Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK) yang
didirikan tahun 1967. Setelah bekerja 10 tahun, pemerintah membuat instutusi
baru yang bernama Operasi
Tertib (OPSTIB). Oleh karena kinerja
OPSTIB dipandang kurang menggembirakan, maka TPK dihidupkan kembali pada tahun
1982.
Lembaga pemberantasan korupsi semakin menjamur di
masa Reformasi. Pada awal reformasi, pemerintah membentuk Komisi Penyelidik Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN) tahun 1998. Dua tahun berikutnya, dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Saat ini kita mengenal cukup banyak lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ada inspektorat, Ombudsman, dan yang paling ngetop tentu saja Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga-lembaga
Swadaya Masyarakat anti korupsi juga tidak kurang jumlahnya. Kita mengenal
Masyarakat Transparan (Mata), Solidaritas Untuk Anti Korupsi (SUAK) Solidaritas
Anti Korupsi (SORAK) dan Gerakan Anti Korupsi (Gerak). Meskipun demikian,
korupsi tetap jalan terus walaupun SORAK tidak henti-hentinya bersorak dan
GERAK juga terus menerus bergerak. Mengapa demikian?
Jawabannya
adalah karena masyarakat kita sudah tidak lagi memiliki iman. Iman? Sesederhana
inikah jawabannya? Ya. Mari membaca sejarah...
Salah
satu masyarakat yang disebut-sebut paling awal melakukan penyimpangan dan
kejahatan perekonomian adalah Kaum Madyan. Mereka dideskripsikan sebagai pelaku
perdagangan yang tidak jujur, dhalim dan eksploitatif. Karenanya Allah mengutus
seorang Rasul yang bernama Nabi Syu’aib sebagaimana firman suci-Nya:
4n<Î)ur tûtïôtB óOèd%s{r& $Y6øyèä© 4 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( wur (#qÝÁà)Zs? tA$uò6ÏJø9$# tb#uÏJø9$#ur 4 þÎoTÎ) Nà61ur& 9ös¿2 þÎoTÎ)ur ß$%s{r& öNà6øn=tæ z>#xtã 5Qöqt 7ÝÏtC ÇÑÍÈ
Artinya: Dan
kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.
dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan
azab hari yang membinasakan (kiamat)."
Nabi Syu’aib
mengawali dakwahnya dengan seruan untuk menyembah Allah terlebih dahulu, baru
kemudian dilanjutkan dengan ajakan untuk meninggalkan praktek kecurangan dalam
jual beli. Artinya, praktek kecurangan tidak
akan mungkin dapat ditumpas kalau manusia tidak mengenal Tuhannya. Pengenalan
Tuhan dilakukan melalui pembelajaran Tauhid. Pembelajaran Tauhid akan
meniscayakan kemantapan iman. Keberadaan iman pada seseorang akan mencegahnya
dari melakukan kejahatan dalam bentuk apapun..kapanpun..di manapun dan oleh
siapapun.
Rasulullah saw. bersabda:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ
يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ
مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ
الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ… وَلَا يَغُلُّ أَحَدُكُمْ حِينَ يَغُلُّ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Terjemahnya: Qutaybah ibn
Sa‘id menceritakan kepada kami, katanya ‘Abd
al-‘Aziz yaitu
al-Darawardi
menceritakan kepada kami dari
al-‘Ala’ ibn ‘Abd al-Rahman dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi saw. Beliau bersabda:
Seorang pezina tidak akan berzina ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang
beriman, seorang pencuri tidak mencuri ketika ia dalam keadaan sebagai seorang
yang beriman, peminum minuman keras tidak minum minuman keras ketika ia dalam
keadaan sebagai seorang yang beriman.....seorang koruptor tidak akan melakukan
korupsi ketika ia dalam keadaan sebagai seorang yang beriman (HR. Muslim).
Koruptor
diposisikan sebagai pelaku dosa besar sehingga dipastikan tidak masuk surga.
Seseorang yang gugur dalam perjuangan sekalipun, tetap diposisikan sebagai
pelaku kejahatan yang tidak pantas masuk surga. Hal ini tereksplisitkan dalam
sabda Rasulullah berikut;
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ
الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي سِمَاكٌ الْحَنَفِيُّ
أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ
بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ
خَيْبَرَ أَقْبَلَ نَفَرٌ مِنْ صَحَابَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالُوا فُلَانٌ شَهِيدٌ فُلَانٌ شَهِيدٌ حَتَّى مَرُّوا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا
فُلَانٌ شَهِيدٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَّا
إِنِّي رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ فِي بُرْدَةٍ غَلَّهَا أَوْ عَبَاءَةٍ ثُمَّ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ اذْهَبْ
فَنَادِ فِي النَّاسِ أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ قَالَ
فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ أَلَا إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ
Terjemahnya:
Zuhayr ibn Harb menceritakan kepada saya, katanya Hasyim ibn al- Qasim
menceritakan kepada kami, katanya ‘Ikrimah ibn ‘Ammar menceritakan
kepada kami, katanya Simak al-Hanafi Abu
Zumayl menceritakan kepada saya, ‘Abdullah ibn ‘Abbas menceritakan kepada saya, katanya ‘Umar ibn
al-Khattab
berkata: Seusai perang khaibar sejumlah sahabat pulang dari
peperangan dan mereka mengatakan si Fulan syahid, si Fulan syahid. Lalu
Rasulullah bersabda: ”Tidak, saya melihatnya masuk neraka karena melakukan ghulul (korupsi)
terhadap baju besi.” Kemudian
Rasulullah menambahkan sabdanya: ”Wahai putera al-Khattab, pergi dan serulah kepada manusia bahwa
tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin. (HR. Muslim)
Bahkan, Rasulullah enggan melaksanakan shalat jenazah terhadap seseorang
yang melakukan korupsi harta rampasan perang. Hal ini diungkapkan dalam hadis
berikut:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ أَنَّ يَحْيَى بْنَ
سَعِيدٍ وَبِشْرَ بْنَ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَاهُمْ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَتَغَيَّرَتْ
وُجُوهُ النَّاسِ لِذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَفَتَّشْنَا
مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ لَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ
Terjemahnya: Musaddad
menceritakan kepada kami, sesungguhnya
Yahya ibn Sa‘id dan Bisyr ibn
al-Mufaddal menceritakan kepada mereka, dari Yahya ibn Sa‘id, dari Muhammad ibn Yahya ibn Habban,
dari Abi ‘Amrah, dari Zayd
ibn Khalid al-Juhani katanya: seorang laki-laki dari kalangan sahabat
Rasulullah meninggal dunia dalam perang Khaibar, mereka menceritakan hal ini
kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda: ”Shalatlah kalian terhadap teman kalian
itu.” Wajah orang-orang seketika berubah (karena heran) terhadap pernyataan
Rasulullah tersebut. Rasulullah melanjutkan sabdanya: ”Sesungguhnya teman
kalian ini telah melakukan korupsi
(terhadap rampasan perang).” Kami memeriksa kekayaannya dan kami temukan
perhiasan buatan orang Yahudi yang harganya tidak mencapai dua dirham.
Hanya karena melakukan
korupsi dua dirham saja, Rasulullah tidak mau melaksanakan shalat jenazah
terhadap pelakunya. Bagaimana dengan kita sekarang? Berapa banyak tokoh dan
mantan tokoh yang terbukti melakukan korupsi, tetapi masih kita elu-elukan
sebagai pahlawan? Kita berdo’a semoga Allah mengampuni kita dari kekhilafan
semacam ini. Kita lebih-lebih berdoa lagi, semoga Allah menghindarkan kita dari
kejahatan pelaku korupsi. Dan yang paling penting kita berdoa adalah agar kita
tidak termasuk sebagai salah seorang pelaku korupsi, karena korupsi adalah dosa
besar, keji dan menjijikkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar