Sabtu, 18 Mei 2013

Pengaduan pada Guru


Dia telah meninggal, Guru. Sekitar setahun yang lalu ia menghembuskan nafasnya yang terakhir, setelah mengalami penderitaan selama 5 tahun. Aku tidak menangis kala itu. Gengsi. Aku takut disebut cengeng oleh kolegaku. Kini biarkan aku menangis, Guru. Tetapi bukan menangisi kepergiannya, tetapi menangisi ketololanku. Sebenarnya aku sangat kehilangan dengan keberpulangannya. Ia banyak membagi ilmu untukku dan umat. Tapi, Guru, aku tak mampu melanjutkan perjuangannya dalam mengembangkan ilmu. Yang aku mampu hanya satu, mengenangnya seakan selalu dalam posisi sedang membagi ilmu.Ketika mengajari murid-muridku, aku merasakan seakan-akan yang mengajar adalah dirinya. Aku merasakan senyumannya ketika aku tersenyum. Aku merasakan kejengkelannya ketika aku jengkel.Tak ada kata yang kulafalkan kecuali berasal darinya. Mulutku terkatup jika kenanganku terhadapnya buyar. Tangan, kaki, telinga, mata seakan tak berfungsi. Aku selalu menginginkan kehadirannya dalam sanubariku agar aku tak mati sebelum mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar