Seorang guru
sufi didatangi sejumlah orang yang mengeluhkan persoalan masing-masing. Ada di
antara mereka yg sedang dizalimi penguasa, ada yg sedang terjerat utang, ada
pula yg tersangkut kasus hukum dan politik. Tidak sedikit pula di antara mereka
mengeluhkan masalah keluarga dan sebagainya. Semua mengaku stress berat,
frustasi, atau sekurang-kurangnya pening, pusing dan sakit kepala.
Guru sufi
bukan orang kuat yang bisa membebaskan seseorang dari cengkeraman penguasa
zhalim. Guru juga bukan orang kaya yg dapat menebus utang. Guru bukan pengacara
serta bukan juru damai.
Setelah
semua orang mengeluarkan uneg2nya, sang guru menghadiahi mereka masing-masing
sebungkus garam. Guru pun mengaku bahwa masalah yg mereka hadapi itu memang
rumit. Hanya saja, kata guru, gunakan pemberian saya ini sebagai obat. Obat?
Sebagian semakin bingung dan pusing. Guru tersenyum sambil mengatakan; bawa
pulang pemberian saya ini, niscaya akan membantu mengurangi beban kalian.
Orang-orang itu juga belum mengerti. Akhirnya, guru mengatakan; seandainya
sebungkus garam ini dimasukkan dalam secangkir air, pasti amatlah asin dan bahkan
pahit rasanya. Jika dimasukkan dalam seember air, mungkin akan terasa berkurang
asinnya dibandingkan dalam secangkir air. Dan apabila sebungkus garam
dimasukkan ke dalam kolam, akankah rasa air kolam berubah? Tidak..air kolam
tetap segar dan hambar. Begitupula dengan hati dan dada kita. Jika kita
menerima suatu masalah dengan hati dan dada sempit, maka semua akan terasa
pahit. Akan tetapi coba terima dengan hati yang lapang.. kita tetap merasa
tenang dan tidak terbebani oleh masalah apapun seperti air kolam yg tak berubah
rasa..